Latest Updates

The 2011 Big Sit Part IV: A Broken Record


Here's the final chapter in the 2011 Big Sit report from the Indigo Hill Birding Tower, home of The Whipple Bird Club. As the day wore on toward afternoon, the bird activity really tailed off, as you might expect. Our list was at 66 at 11:00 am. By 11:30 am we'd added a distant osprey (67) and northern harrier (68).

Just before noon I saw a bird flying to the northeast of the tower. It was a mid-sized bird, with an undulating flight pattern—definitely a woodpecker. Then it dipped sideways in flight and I caught a flash of large white wing patches! YES! A red-headed woodpecker! My favorite bird species of all and it moved our Big Sit list into a tie with our all time record. And it was not yet noon!

At 12:05 pm a red-breasted nuthatch called from the pines along the meadow. Jim and Julie heard it and Julie called it in—red-breasted nuthatches must be lonely little souls since they always respond to imitations of their calls. That was species number 70! A NEW BIG SIT RECORD for our circle!

There was copious jocularity and riotous rejoicing!

Then came hours of no new birds—plenty of neat birds to see, but no new species for the list. These were the wasp-swarming hours I mentioned in my previous post. Most sitters left the tower to eat, rest, rest stop, refit, leave, or go bugging in the meadow.

Binocs up! Few birds escaped our watchful eyes as we scanned the sky from the Indigo Hill Birding Tower.


By 3:30 pm our eyes were starting to blur and the beer in the cooler was starting to sing its siren song. Just when we though we were stuck with a tie, I hear the familiar rattle of a wren from the brambly wildflower meadow to the east of the house. I heard it several more times—enough to recognize it as a house wren. Julie and Shila went out from the house to ground-truth it and caught glimpses of the bird and heard snatches of its rattle. That was yet another new record: 71 species, breaking the old record of 70 which had stood for, ummm, about 3.5 hours!


Sometime between 4:00 and 5:00 pm I spotted our final bird species of the 2011 Big Sit. A lone rock pigeon flew past the north side of the tower, headed east. Not a very glam bird for a new Indigo Hill Big Sit record of 72 species, but a record-setting bird nonetheless! As if all of nature was smiling on us, the sun broke through the clouds and gave us a nice sunset for our group picture taking.

We chatted about the day's birds, as we always do near the end of The Big Sit: favorite bird of the day, lucky "gets", hard-to-believe "misses." Some of the species I dream about adding to our Big Sit and farm lists at a future Big Sit: anhinga, sandhill crane, snow goose, and others.


Anhinga is a dream bird for the Big Sit list, but probably not likely.

Palm warbler was a big miss from the 2011 Big Sit list.

As we wound down, the jokes began to flow. A few birds still visited the feeders and the eastern phoebe that had been around all day was sitting on the telephone wire, tail flicking back and forth.
Our local phoebe put on a good show in the late afternoon.

The final gang at the 2011 Big Sit—those who stayed until the bitter end, from left to right: Jason, Julie, Chet Baker, Jim, BOTB, Evan, Steve, Shila, Wendy, Nina, Daniel, and Kelly. Photo by Phoebe Thompson.

The rising moon made a light squiggle in the night sky behind our plastic great horned owl decoy.

The final PlantCam shot from the 2011 Big Sit.

About 7:30 pm the wind picked up again, making hearing difficult. It was almost completely dark so we began to tear down. The last trip down from the tower, I grabbed the PlantCam and turned it off. The final photo had been taken at 7:52 pm.

It had been a great—a record-setting—day! I love The Big Sit.

Pasang Surut Bisnis Kenari

Pasang Surut Bisnis Kenari
Seperti layaknya bisnis dalam sektor apapun dikenal istilah naik/turun, pasang/surut atau baik/jelek kondisi bisnis, hal tersebut sudah merupakan “hukum dunia usaha”. Demikian juga dalam bisnis burung kenari (baik peternakan maupun jual beli) tidak luput dari hukum dunia usaha karena merupakan salah satu dari cabang usaha.

Pada periode sekarang (Januari s/d April 2011) kalau diperhatikan harga burung kenari sedang melambung tinggi. Fenomena melambungnya harga burung kenari, di satu sisi tentunya mambawa berkah tersendiri bagi orang-orang yang berusaha di sektor hulu (peternak) yang bisa menikmati kenaikan harga jual rata-rata sebesar 45% bahkan untuk jenis kenari F1 Yorkshire kenaikannya mencapai 100% (dibandingkan dengan harga pasaran April 2010) . 

CONTOH : F1 YORKSHIRE

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang hanya berprofesi hanya sebagai penjual (yang notabene tidak memproduksi sendiri alias hanya murni jual beli), fenomena melambungnya harga kenari ini tidak serta merta melambungkan margin penjualan karena memang harga pokok dari peternak pun sudah tinggi, namun secara keseluruhan keuntungan dirasakan cukup baik karena kuantitas penjualan semakin tinggi.

Dari segi konsumen sebagai pemakai/penghobi kenari, melambungnya harga kenari tentu saja dapat menjadi malapetaka tersendiri karena berhubungan erat dengan jatah belanja keluarga yang secara umum semakin hari semakin tinggi pula, sedangkan bagi sebagian orang tertentu kebutuhan akan hobi-pun sulit untuk diajak berkompromi.

Pertanyaan yang timbul adalah : 
1. mengapa sampai terjadi lonjakan harga yang luar biasa atau bisa dikatakan tidak terkendali ?
2. kenari jenis apa yang menjadi “biang keladi” lonjakan harga ini ?
3. siapa yang “berulah” sehingga menyebabkan lonjakan harga ?
4. apakah harga akan stabil di posisi seperti sekarang ini ? ataukah akan kembali turun mencari titik keseimbangan yang baru ?

Secara umum dan singkat, jawaban atas pertanyaan tersebut diatas adalah :
1. kenaikan harga disebabkan berlakunya hukum ekonomi yaitu keterkaitan antara permintaan dan penawaran. 
2. kita dapat dengan mudah menentukan jenis kenari yang menjadi biang keladi lonjakan harga ini adalah jenis kenari YORKSHIRE

BIANG KELADI

3. untuk menunjuk aktor utama yang menjadi penyebab utama lonjakan harga tentunya dapat menjadi perdebatan yang panjang dan jawaban pastinya memerlukan penelitian yang lebih jauh apakah importir, pedagang eceran, peternak, pelomba atau penghobi rumahan ?
4. beberapa prediksi sempat mengemuka mengenai harga kenari mulai dari yang bernada optimis bahwa harga akan terus naik, sampai yang bernada pesimis bahwa harga akan kembali terjun bebas. Namun prediksi yang paling realistis adalah bahwa pasar akan menciptakan titik keseimbangan harga yang baru sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran.
by ;cece

Haiku for the Single Girl - Giveaway

Girls it's Friday.  Let's tear this mother down! You know, have two days of guilt-free naps...yawwwwn.

I thought today would be the perfect day to kick-off a giveaway for one of the funniest books I've ever read.  About a month ago a rep at Penguin contacted me about Beth Griffenhagen's book Haiku for the Single Girl.  I usually glaze over those PR emails, but this one caught my eye.

I mean just look at it:  you know it's going to be brilliant, right??

I spent more than a few years as a single person, and a few more than that dating duds.  After awhile you become accustomed to random people in your life offering up advice on how to land 'the one'.  What they don't understand is that there are only 3 good ones left out there.  Period.   And sometimes you just aren't in the mood to bother. Okay?? *sorry flashback*

Anyway, I busted up laughing at Beth's description of how the book was born. She was returning home after a girls night out in NYC, and on her way to the train stopped to grab a bag of Cheetos.  Before she knew it half the bag was gone, her hands were covered in Cheeto dust, and she had nowhere to wipe them so just dusted them off on her bag.  In a moment of cocktail induced hilarity the following Haiku came to mind:

Mmmmkay?  Like I said, brilliant.

The book is filled to the brim with the most hilarious haikus that are totally on singledom point. Whether you're single now or just remember the days, you'll totally get a kick out of the book and want to split sides over it with a friend.

I have one copy to give away and here's how to enter:
1.  Just leave a comment with your email so I know where to reach you if you win.
2.  For extra entries you can a. tweet about the giveaway and/or b. write a haiku and leave it in the comments.
3. Leave a separate comment for each entry.
4. Winner announced on Tuesday, October 1, 2011.

Please leave haikus! Don't be shy.  Here's mine (totally not dating related, but cat lady so it still counts):

Cats gallop wildly
Twisting turning through the halls
Things are looking up

Only the single woman can truly understand the companionship of the cat species...and the value of an evening spent on the couch surrounded by bags of chips, chocolate bars and Felicity episodes.  Some habits never die no matter what your relationship status...Have a great weekend everyone!

Tips dan Ulasan Penangkaran Cucak Rawa Alif Bird Farm

Tips dan Ulasan Penangkaran Cucak Rawa Alif Bird Farm
Cucak Rowo dowo buntute..., nama burung pada bait lagu populer itu memang menjadi idola di dunia perburungan, Cucak Rowo (CR) suaranya yang merdu membuat kebanyakan pecinta burung ingin memilikinya. Konservasi adalah cara yang paling tepat untuk menyelamatkan dan melestarikan populasi burung ini, dengan menangkarkannya berarti kita turut menjaga warisan anak cucu kita, jangan sampai anak cucu kita kelak hanya kebagian ceritanya saja.


Untuk itu bagi yang ingin menangkarkan Cucak Rowo berikut tips dan ulasan dari penangkaran Alif Bird Farm :

1. Indukan, yang jelas harus bunyi dan sudah matang usianya, biasanya sekitar 1,5 tahun - 2 tahun sudah bisa di tangkarkan

2. Penjodohan, di tempatkan dulu di sangkar gantung, kalau sudah bunyi bersahut-sahutan saling ngisi dan keluar kliuknya berarti sudah nyetel (berjodoh). 

3. Makanan, buah kalau saya harus selalu ada, bisa pisang atau pepaya, kalau susah nyari pisang kepok ya pake aja pepaya burung 
Jangkrik, kasih sebanyak-banyaknya selama penjodohan. 

4. Mengeram, normalnya jumlah telur 2, Proses mengeram selama 14 hari.

5. Menyapih, normalnya di panen dari sarang setelah umur 5 hari sampai 10 hari, tergantung dari indukan. Kalau indukannya nakal atau kurang bisa "bawa anak" umur sehari harus segera dipanen untuk mencegah kematian.
Pemberian jangkrik diambil perutnya saja, kepala dan kakinya di buang, selanjutnya berikan vita chick dicampur dengan voor yang telah di seduh terlebih dahulu pemberiannya tidak perlu banyak-banyak, kalau kebanyakan warna dasar voornya berubah menjadi merah karena warna dasar vita chick merah.
Tujuan pemberian vita chick adalah untuk mempercepat pertumbuhan bulu dan tulang, sehingga anakan menjadi cepat pertumbuhanya.

6. Kandang
Nah ini seru nih, saya sampai berapa kali merubah kandang mungkin lebih dari 5 kali dari yang modelnya seperti kandang penangkaran jalak suren, hingga akhirnya jadilah seperti ini, (terima kasih banyak Pak Eriez, kalau tidak dibimbing bapak, mungkin saya sudah patah arang) Beliau adalah guru saya, yang mengajari saya dari nol kecil sampai nol besar seperti ini, belum lulus TK juga sampe sekarang 

Ukuran ideal : p x l x t = 2 x 1,5 x 3 meter.
Ada pepohonan hidup, biasanya pohon perdu seperti beringin hijau, tanjung, sawo kecik atau pohon asem, kalau bisa yang ukurannya sudah mencapai 1 meter. Fungsi pohon adalah untuk mejaga suhu di dalam kandang selain pasir.
Diantara beberapa pohon yang pernah saya coba, pohon beringin hijau lebih kuat dari jenis lain yang saya sebut diatas. 

Sarang bisa pakai sarang gantung, sarang tancap, atau sarang tempel.

Kelembaban
Perlu diingat bahwa burung Cucak Rawa hidup di hutan yang berawa-rawa, artinya butuh kelembaban. Cara kedua untuk mengatur kelembaban adalah dengan memberikan pasir pada alas kandangnya, terserah mau pakai pasir laut atau pasir yang biasa dipake buat bangunan. Tidak di perlukan penerangan lampu sebagai penghangat di malam hari. Karena aslinya di alam juga tidak seperti itu.

Tangkringan
Kalau bisa tangkringannya dari ranting pohon asem, kalau susah nyarinya pakai ranting pohon rambutan. Sebelum meletakkan tangkringan, anda harus masuk kandang dahulu, dan resapi jika anda jadi burung yang di tangkarkan, anda ingin nangkring dimana. Tanpa disadari, penempatan tangkringan memainkan andil juga dalam penangkaran.

Kolam
Kolam berfungsi sebagai bak mandi dan tempat minumnya. Sekalipun di kasih tempat minum, biasanya burung tetap minum di kolam tersebut.

7. Lain-lain
Ekstra Fooding
Kalau saya cukup di kasih jangkrik sebanyak-banyaknya, nggak perlu yang neko-neko. Ada bagusnya juga di berikan asinan (tulang sotong), tapi tidak setiap hari. Untuk memperkuat cangkang telurnya

Desinfektan
Saya menggunakan merek Rodalon, di semprotkan setiap 1-3 bulan sekali ke dalam kandang, tergantung keadaan burung di dalam kandang, usahakan jangan ketika mengeram.

Rasanya nggak sempurna kalau hanya sebatas lewat dunia maya, mungkin itulah kenapa menjaga tali silaturahmi itu penting, kunjungilah penangkar Cucak Rawa yang sudah berhasil, hormatilah mereka-mereka yang sudah berhasil dengan mengunjunginya mulai dari yang terdekat kalau memang jaraknya jauh, setiap penangkar punya kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri, tidak ada yang sempurna, apalagi jika anda membeli hasil tangkarannya, wah udah pasti di jawab dengan senang hati.
by 
fauzan_zhd

Pengendalian Hama Tikus

Pengendalian Hama Tikus

Diantara berbagai jenis hama, tikus (rattus argentiventer) merupakan hama yang paling menjengkelkan karena sulit diberantas. Tikus merupakan binatang bersifat jera hama, yaitu tidak akan memangsa umpan beracun yang sama bila ia pernah memakannya. Perkembangbiakannya pun sangat cepat. Dalam setahun sepasang tikus mampu beranak hingga 1.270 ekor.

Tikus menyerang tanaman padi mulai dari yang masih di persemaian, stadia vegetatif sampai setelah membentuk biji. Artinya, tikus sangat menyukai daun, batang, maupun biji padi. Dalam pengendaliannya, sebaiknya dilakukan dengan cara-cara terpadu.

Teknik Budidaya
Pengendalian dengan cara ini adalah melakukan penanaman padi secara serentak agar serangan hama tidak mengarah hanya pada beberapa petak sawah saja. Idealnya, penanaman serentak dilakukan pada sawah seluas 20 hektar. Bila penanaman serentak tidak mungkin dilakukan karena petani di sekitar areal persawahan kita tidak mau melakukannya maka dengan teknik ini setidaknya sudah dapat mengurangi intensitas serangan hama tikus.

Cara Biologis
Pengendalian secara biologis antara lain membiarkan berbagai hewan predator tikus seperti ular sawah dan burung hantu hidup di sekitar aral persawahan.

Cara Fisik
Pengendalian tikus secara fisik dilakukan dengan cara pemasangan perangkap. Perangkap tikus berupa anyaman kawat besi — banyak dijual di pasaran — yang di dalamnya diberi umpan.

Untuk menghemat, perangkap bisa dibuat sendiri dari batang bambu. Caranya, batang bambu berdiameter 9 cm dipotong sepanjang 30 cm. Salah satu ujungnya harus tertutup ruas dan ujung lainnya terbuka (mirip lubang). Setelah dinding bambu diolesi lem tikus, masukan umpan ke dalamnya. Tikus akan tertarik untuk masuk lubang dan tubuhnya melekat pada lem.

Selain dengan lem, bagian dalam batang bambu juga bisa diolesi bubur kanji yang sudah dicampur dengan gerusan cabe rawit. Namun, batang bambu yang digunakan untuk cara ini kedua ujungnya harus terbuka. Letakan perangkap ini di depan lubangnya atau pada tempat-tempat yang sering dilalui tikus. Tikus yang melewati terowongan bambu tersebut akan terkena kanji pedas sehingga matanya menjadi buta dan akhirnya mati.

Bisa juga tikus diberi umpan dengan menggunakan umbi gadung. Bila tujuannya untuk menekan perkembangbiakan tikus, umbi yang digunakan adalah umbi gadung KB (dioscorea composita). Sementara bila tujuannya untuk mengurangi populasinya, umbi yang digunakan harus umbi gadung racun (dioscorea hispida). Pemberian umpan ini yang terbaik saat tanaman berada pada fase vegetatif. Bila umpan diberikan pada fase generatif, umpan tidak akan dimakan karena tikus lebih tertarik pada bulir padi.

disamping menggunakan perangkap dan umpan, cara lain adalah dengan menggunakan buah jengkol atau mengkudu yang sudah hampir busuk. Kedua buah tersebut menyebarkan aroma bau tidak sedap yang tidak disukai tikus. Cara penggunaannya adalah dengan mengiris-irisnya, lalu disebarkan di areal sawah yang diserang tikus.

Cara Mekanis
Pengendalian secara mekanis adalah melakukan upaya goropyokan, yaitu memburu tikus dengan menghancurkan atau membongkar sarang-sarang tikus yang ada di sekitar areal persawahan. Biasanya dari sarang tersebut tikus akan keluar. Selain pembongkaran, cara lain untuk mengeluarkan tikus dari sarangnya dengan pengomposan atau pengasapan belerang.

Tikus yang keluar dari sarangnya harus langsung ditangkap dengan cara diburu. Untuk memudahkan dalam perburuan bisa menggunakan bantuan anjing. Supaya lebih efektif, sebaiknya dilalukan secara bersama-sama dengan petani lain. Akan lebih baik lagi apabila kegiatan ini dilakukan oleh petani yang berbeda di areal yang berbeda pula. Namun, jika hal ini tidak bisa dilakuakan maka perlakuan di areal yang sama pun setidaknya dapat mengurangi populasi tikus.

All Good Things

Today managed to whip by so fast I didn't even have a chance to check in and examine your thoughts on Once Upon a Time.  How dare work do that? hehe Spill! Do you love?  Did you watch yet?  Yes, I've got an issue with this show.  Here's hoping episode two doesn't disappoint.

Quick update:  I did Pilates for the first time last night in, oh, two months.  Anyone who thinks one workout can't make you scream in pain, well, I don't think they've tried a Pilates workout.  Could barely haul it out of bed this morning.  Horrified by my own lethargy, I still managed to consume Ghirardelli pumpkin spice caramel squares.  I guess this is what they call weaning oneself off?  Or something...

One of my clients is having their IT department configure my email from a remote location so that I can send emails from my personal account on their system (uh did that even make sense?).  I don't understand technology all that well--this is likely clear to you given the non-changing appearance of my blog.  Anyway, throughout the day I would periodically have to step away from my computer while the cursor zipped around all over the screen and I imagined the IT guy pilfering my bank account information.  Alarmist in the house.  To occupy myself during these times I would take on random tasks like:  load of laundry into the washing machine, cuppa tea break, hey the cat's in the closet!, trying on my new cowboy boots, squishing a spider with my cowboy boots, and taking mad instagrams of my new yoga cat.

These are the days of my life:
Ommmmmmmm

Inspiration for a wardrobe overhaul found in a pile of stuff on my bed.
To be continued...

Freebie just because I love this one!

New Lane boots c/o Langston's giveaway win...boho dream.  
Can't wait to wear 'em with something fringy.

Cat in the closet. Cover's blown.
Finding him in there sent me into a fit of giggles!

Is it Sunday yet?  Is Once Upon a Time on yet?  I have to run out to meet the Chef tonight, but when we get home we're watching it again.  Yep yep fairytales can come true, it can happen to you....cheeseball and don't even care.  Friday's almost here.

Welcome to Storybrooke, Maine

So many little blurby posts I'd like to spill out all in a day.  I'll start with this one and let the trailer do the talking.  Did you guys happen to catch Once Upon A Time Sunday night on ABC?  Um, it's off the hook!!

I'm a fairy tale junkie--grew up on them and they still hold a special place in my heart--this show incorporates a magical fairy tale element to it without being wishy washy or childish.  It's also kind of dark which I particularly loved.  Wasn't sure how I'd feel about Ginnifer Goodwin, but have managed to get visions of Margene out of my head (seriously still haven't recovered from the loss of Big Love).  Last night was dedicated entirely to catching up on the DVR--laundry be damned--and I found myself wanting to watch Once Upon a Time all over again as soon as it was finished.  Truth be told it was like that good book you dread completing so drag out as the pages draw closer and closer to the end.

If you have no idea what I'm talking about check the trailer here and then go catch the episode on the internet or OnDemand.  We need to discuss the brilliance!!  Giddy

Pemanfaatan Urin Sebagai Pupuk Cair


Tanaman memerlukan unsur nitrogen (N) lebih banyak pada fase pertumbuhan vegetatif. Banyak hal yang bisa kita manfaatkan untuk memperoleh hara ini. Salah satunya dari urin manusia. Urin atau air seni atau istilah yang lebih umum dipakai adalah air kencing, merupakan cairan sisa reaksi biokimiawi rumit yang terjadi di dalam tubuh.

Sebanyak 70% bahan makanan yang dikonsumsi manusia dikeluarkan dalam bentuk air seni. Dalam sehari, orang dewasa dapat mengeluarkan air kencing antara 1 sampai 1½ liter atau rata-rata 500 liter dalam setiap tahunnya. Hara terkandungannya cukup tinggi, yaitu 80% nitrogen (Larsen et al, 2001) dan sisanya fosfat serta potasium. Ketiga unsur tersebut termasuk unsur penting dalam pertumbuhan tanaman. Sudah barang tentu hal ini akan sangat bermanfaat sekali kalau dijadikan pupuk, tentunya setelah melalui proses fermentasi terlebih dahulu agar bau pesingnya terurai.

Di Indonesia penggunaan pupuk dari hasil fermentasi urin manusia ini belum begitu banyak dipergunakan. Disamping faktor pengusahaannya yang belum memadai, masalah tabu dan juga jiji, sering menjadi kendalanya. Berbeda dengan Cina, Zimbabwe, Meksiko, India, Uganda, Jerman dan Swedia, pupuk urin ini merupakan bagian dari program pemanfaatan limbah yang disebut Ecological Sanitation (Ecosan).

Pupuk urin memiliki banyak keunggulan, baik dari sisi lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Dalam lingkungan, penggunaan pupuk ini memperbaiki penanganan kesehatan masyarakat. Penggunaan pupuk air seni juga mampu meningkatkan hasil panen sehingga taraf hidup masyarakat membaik. Dengan kata lain, air kencing dapat menurunkan angka kemiskinan.

Hasil Penelitian
Menurut Ian Caldwell dan Arno Rosemarin dari Stockholm Environment Institute, Swedia, penggunaan urin dan kotoran manusia sebagai pupuk adalah cara utama dalam menerapkan pertanian berkelanjutan. Lebih jauh lagi, hal tersebut dapat membantu tercapainya ketahanan pangan dan mendukung tersedianya nutrisi yang lebih baik.

Sementara MnKeni bersama teman-temannya dari Universitas Fort Hare, Afrika Selatan, dari hasil penelitiannya menunjukan, bahwa penggunaan urin sebagai sumber nitrogen sebanding dengan pupuk urea.

Salah satu masalah yang dikhawatirkan dari pemanfaatan pupuk jenis ini adalah rasa produk tanamannya. Logikanya, penggunaan air seni sebagai pupuk berkemungkinan mempengaruhi mutu hasil tanaman. Namun, permasalahan ini ditepis oleh penelitianSurendra K. Pradhan dan rekannya dari Universitas Kuopio, Finlandia.

Mereka membandingkan penggunaan air kencing manusia sebagai pupuk kubis dengan pupuk buatan industri. Hasilnya, kemampuan pupuk urin sama dengan pupuk buatan industri pada dosis 180 kg N per hektar.

Bahkan pertumbuhan, biomassa, dan kandungan klorida tanaman sedikit lebih tinggi jika menggunakan pupuk air seni. Serangga yang biasanya ikut mati akibat penggunaan pupuk industri juga berkurang dengan menggunakan pupuk alami ini.

Penelitian ilmuwan ini membuktikan bahwa air seni manusia dapat digunakan sebagai pupuk tanpa mengancam nilai kehigienisan tanaman yang berarti. Selain itu, rasa produk makanannya juga tak berkurang meski tanaman yang menjadi bahan bakunya diberi pupuk urin.

Tanda Kebesaran Alloh
Air kencing manusia, ternyata bukan sekedar cairan tak berguna. Sederet manfaat dimiliki oleh cairan tersebut. Inilah satu lagi bukti kebesaran Alloh. Sungguh, tiada yang sia-sia segala apa yang telah diciptakanNya tak terkecuali air seni.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya manusia bersyukur atas apa yang Alloh berikan. Sejatinya, hanya Dialah yang mampu menjadikan barang hina seperti urin manusia, dapat berfungsi sebagai pupuk. Ini karena Alloh adalah satu-satunya Tuhan yang memiliki sifat Maha Pencipta dan Maha Mengetahui, sebagaimana firmanNya: ”Sesungguhnya Rabbmu, Dialah Yang Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui”. (QS Al-Hijr, 15:86)

Sebagian isi artikel di atas dikutip dari:
www.hidayatullah.com, yang ditulis oleh Syaefudin.
Penulis adalah Asisten Dosen Metabolisme, Departemen Biokimia, FMIPA Institut Pertanian Bogor.

Pembuatan POC Urin Manusia Ala Kang Aji
1.     Bahan terdiri dari urin 10 liter, air kelapa 10 liter, bakteri 1 liter dan gula pasir 1 kg. Jumlah tersebut boleh disesuaikan dengan kebutuhan, dengan syarat komposisi bahan mengikuti ketentuan yang ada.
2.     Bakteri yang digunakan EM TANI atau Biostarter dari Air Liur.
3.     Semua bahan diaduk, kemudian dimasukan kedalam molter.
4.     Fermentasi selesai setelah 2 minggu.

POC yang berbahan urin manusia ini diberi nama Fermak alias Fermentasi Air Kencing.

membuat mol
Molter yang terbuat dari galon
http://bertanimandiri.blogspot.com

Manfaat Daun Pecut Kuda Untuk Burung-Burung Kesayangan Kita

Pada Kesempatan ini, untuk kesekian kalinya saya akan berbagi mengenai pengalaman yang saya dapat saat bereksperimen dengan burung-burung koleksi saya maupun milik teman-teman saya yang bermasalah ataupun sakit.

Adapun pengalaman saya yang berkaitan dengan daun pecut kuda adalah demikian: Sekian bulan yang lalu, salah satu koleksi saya yang saya boyong dari daerah dingin (Batu-Malang) ke Sidoarjo ini mempunyai problem mata berair. Anehnya, masalah ini kadang muncul dan kadang tidak.

Berbagai obat sudah saya coba, mulai dari sp***ra, a**i s**t, berbagai merk obat mata dan lain-lain, tapi tak kunjung juga menunjukkan tanda2 membaik ataupun sembuh.

Pada saat itu saya mencoba berpikir keras dan menelaah problem mata ini, sehingga timbul kesimpulan bahwa hal ini dimungkinkan karena faktor radang sehingga sangat sulit disembuhkan.

Pada saat berpikir keras tersebutlah muncul suatu ide yang berawal dari satu memmory pada saat saya kecil dulu. Didepan rumah kami di malang, orang tua saya mempunyai tanaman pecut kuda, yang sering digunakan untuk mengobati kami bilamana kami menderita sakit radang bahkan tak hanya itu, beberapa orang sering meminta daun tersebut untuk mengobati sakit amandel yang sudah akut, bahkan sudah divonis harus operasi.

Akhirnya, saya mencari daun pecut kuda ini bahkan mencarinya tak tanggung-tanggung, yakni sampai ke Prigen-Pasuruan.

Metode Pengolahannya sebagai berikut :
1. Ambil segenggam daun pecut kuda.
2. Rebus dengan 2 gelas air
3. Biarkan hingga mendidih
4. Didihkan hingga air tersebut tinggal setengahnya saja.
5. Tiriskan airnya hingga betul-betul dingin

Cara Pengobatan :
1. Ganti air minum burung kesayangan kita dengan air rebusan pecut kuda ini.
2. Tetesi pada mata burung yang sakit tersebut sebanyak 3 tetes tiap pagi dan sore hari.

Pada kasus yang saya jumpai di atas, "burung" koleksi saya tersebut sembuh total pada hari ke empat. 

Pada eksperimen yang lain, saya menjumpai bahwa air rebusan pecut kuda ini dapat pula diaplikasikan kepada burung-burung yang pada awalnya rajin berkicau lalu menjadi kurang rajin berintensitas ngocehnya kicau (berkurang frekuensi berkicaunya) padahal burung tersebut tidak atau belum mau mabung maupun nyulam maupun pada kasus suara serak atau kurang jernih.

Hal tersebut diatas dimungkinkan karena terlalu rajinnya burung tersebut berkicau tanpa mengenal waktu, sehingga mereka menderita radang tenggorokan atau tenggorokannya sakit yang membuatnya jadi kurang kurang rajin berkicau kembali.

Untuk kasus kurang rajin berkicau ataupun serak ini, air rebusan tersebut cukup diminumkan selama satu minggu berturut-turut.

by ;Istono Yuwono Rheistmara

The 2011 Big Sit, Part III

Moon at midnight of the 2011 Big Sit.

We left our story last week with me racing (carefully) through the foggy and winding country roads from the high school homecoming dance back home to the farm and the Indigo Hill Birding Tower for the midnight start of The Big Sit!

Well, we made it with 10 minutes to spare. Just as I was about to scramble up to the tower, I spied the homecoming princess heading to the master bathroom for a shower. Knowing this would mean 40 minutes of showering and 50 minutes of the roar of the water heater trying to keep up, I begged like the desperate birder-parent I was for a delay in the hygiene-based activity so that the night would remain quiet enough for me to hear passing migrant birds overhead.

The princess in her regal ballgown and one of her loyal footmen.

This was met with the soul-withering, resistance-is-futile, how-dare-you-even-THINK-that I'm-not-showering-now-you-complete-loser-stare from my adorable and indulgent 15-year-old daughter. I tucked my tail between my legs and climbed into the tower, dented not daunted.

In addition to the roar of the water heater rising skyward on the south side of the tower, there was the surprisingly loud burble from the bird spa on the north side, and coming from all directions was an impressive wall of insect sounds. Hearing the soft seet of a Savannah sparrow overhead was going to be impossible.

Midnight. The hour of enchantment. When everything in the coming day seems possible—even probable! The 2011 Big Sit was ON! My first sound was a nearby ATV. Then some dogs. Then a mufflerless truck. Then coyotes. Plus the shower-bird spa-cricket noise. Then some distant shouting followed by the boom of a large-caliber gun. Then lowing cows. Then coyotes.

This went on for nearly 20 minutes before I heard my first bird: a black-crowned night-heron (actually at least three of them) flying in the darkness overhead, occasionally uttering their tell-tale quock!

Whoa! That's a species we've only had one other time on our farm and it was on a Big Sit about a decade earlier. I remember it clearly—a line of migrants flying slowly southward against the western sunset. A very auspicious start to the 2011 Big Sit!

I smiled as I snapped on my headlamp to tick the night-heron off on the official checklist. Then I pulled out my phone to post the Big Sit's first sighting to Facebook and Twitter. I got immediate reactions from all over the world! Neat! Even though I was alone up in the tower, and would be until just before dawn, I had a digital posse of bird watching pals along with me, connected by satellite-tossed data.

Shortly after 1 am the wind picked up suddenly out of the southeast. Weird! Without being able to hear at all now, and with the night being so dark, there would be no new birds added to the list. I headed back downstairs to catch a few winks.

I was back in the tower at 3:45 and the wind was gone. Almost immediately I began adding birds as flyovers uttering call notes. Many of them I could not identify, but those that I could (indigo bunting, Savannah sparrow, Tennessee warbler, Swainson's thrush, gray-cheeked thrush) I added to the list. The owls started up, too. A great horned owl hooted from the northeast for the next two hours. And two eastern screech-owls whinnied from the meadow's edge.
Julie and Jim (right) joined me in the tower before dawn.

About an hour before dawn, Big Sit stalwart and Mr. Ohio Birding Jim McCormac showed up to join me in the tower. Jim is fun to bird with and always adds a number of species to the list. Sadly most of these are insects and plants which don't actually count on the Big Sit list, but I smile and act like I'm checking them off on the list, which seems to make Jim happy.

Seriously, though, Jim's strong birding ears nailed us veery, black-throated green warbler, chestnut-sided warbler, and chipping sparrow. As dawn hinted at its imminent arrival, the resident birds began stirring: northern cardinal, song sparrow, eastern towhee, mourning dove, Carolina chickadee.
Actual sunrise on Big Sit day.

By the time the sun was up, we were pushing 30 species and already draining a second pot of coffee. It was time for more visiting sitters to arrive. Julie (a resident sitter) came up from the main house and threw her birding powers into the mix. Soon Jason arrived, followed by Nina, and Jen, and Bob and Mimi, and then the day became a blur of birds and shouts, and quick hugs hello, and more coffee.
Early sitters in the birding tower, from left: Jen, Jason, Steve, Evan, Julie, Jim, Nina.

On any given Big Sit (always the second Sunday in October) we're struggling to delay the end of the summer seasons, to find the last migrant songbirds—hoping for a late wave of warblers similar to those we enjoyed just a few weeks earlier. We're also tugging the season in the other direction, hoping for the later migrants and winter visitors to arrive on time or even early, birds like dark-eyed junco, swamp sparrow, Lincoln's sparrow, northern harrier, pine siskin. We got some of these species this year, but missed some, too.

Some birds seem to know you are looking for them and they hide out on Big Sit day. This year it was the juncos and Lincoln's sparrows that gaslighted us. I saw them the day before and the day after. But not on the day of the Big Sit.

View from the tower looking ENE.

By mid-morning we had a list full of birds (62 species at 9:45 am) and a tower full of bird watchers. And a driveway full of cars. It was pretty clear that it was shaping up to be a good day–perhaps even record-setting, if our luck held out. I reminded my fellow veteran sitters that we'd been here before (literally and figuratively). Many times in the past we'd race out to an amazing start for the sit, holding a list of 60 species by 11 am, only to spend the next nine hours adding a paltry few to the list.

The Big Sit is not a competitive event at all. We compete against ourselves and against all the totals seen our previous Big Sits in this spot. There is a prize for The Big Sit, however: The Golden Bird. The Golden Bird prize is awarded each year based on a random drawing of one species from among all of the bird species seen during the Big Sit by North American Big Sit circles. Then all the teams that saw that species are put into a hat and one team's name is drawn at random. That team wins The Golden Bird prize: $500 from Swarovski Optik to put toward a local conservation cause of the team's choosing. Swarovski has generously sponsored The Golden Bird prize for many years, and we Big Sitters really appreciate their support!
The sky made a frowny face.

At 10:30 am a frowning face appeared in the northeastern sky, made from cloud bits and jet contrails. I chose not to take this as an omen.

Monkey-cam shot of the Big Sitters just before the wasps became active.

As the day warmed up, the tower's other residents became menacingly active: wasps! Dozens of wasps of two species swarmed about us, never stinging, just making everyone feel on edge. Within 30 minutes I was alone in the tower, wondering about the effectiveness of my deodorant, but hoping it was the wasps that drove people away.


While I maintained the Big Sit vigil, Jim organized an insect walk around the farm. He knows more about insects and their sounds than most people know about themselves, so he drew quite a crowd of bug-seekers.

Bugging out in the meadow.

I watched them sidle out the middle meadow path and tried not to let the swirling cloud of wasps drive me nuts. The plastic owl we'd mounting on a pole above the tower (in hopes of attracting a stooping attack from a passing merlin) was also being plagued by the wasps, though it seemed less perturbed than I was.

Waspy the owl.

The afternoon doldrums descended upon the Indigo Hill Birding Tower. I lay down on the tower floor and scanned the sky for high-flying raptors. Chimney swifts, turkey vultures, and monarch butterflies were all that passed overhead.



The awesome loneliness of command.

We had eight more hours of sitting. The count was 66. The all-time record Big Sit total for this site was 69. Three more birds did not seem like too much to hope for....

to be continued.....

Membuat Kompos Jerami


Kompos merupakan hasil penguraian parsial dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.

Kompos mampu memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk menggunakan kompos cenderung lebih berkualitas dibanding tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, lebih enak dan yang pasti lebih sehat.

Hal yang paling melimpah untuk dijadikan kompos adalah jerami. Jerami yang dihasilkan dari satu areal pesawahan, rata-rata 1,4 dari jumlah hasil panennya. Bayangkan saja jika dari satu hektar lahan sawah menghasilkan 6 ton padi, berarti jeraminya ada 8,4 ton. Dan kalau dibuat kompos dengan hasil rata-rata 60%, maka kompos yang dapat dihasilkan sebanyak 5,04 ton.

Hasil analisa laboratorium terhadap kompos jerami yang dibuat dengan menggunakan bakteri pengurai berbeda-beda nilai haranya. Hal ini tergantung dari jenis mikroba yang digunakan, komposisi bahan, cara dan perlakuan saat pembuatannya. Namun demikian perbedaan tersebut tidak lah terlalu signifikan. Berikut adalah salah satu dari hasil analisanya:
-   Rasio C/N............. 21
-   C-Organik............. 35,11%
-   Nitrogen (N).......... 1,86%
-   Fosfor (P2O5)......... 0,21%
-   Kalium (K2O)......... 5,35%
-   Kalsium (Ca).......... 4,2%
-   Magnesium (Mg)...... 0,5%
-   Tembaga (Cu)........ 20 ppm
-   Mangan (Mn).......... 684 ppm
-   Zing (Zn).............. 144 ppm

Kalau mengacu pada nilai sesuai dengan hasil analisa di atas, maka dalam setiap ton kompos jerami memiliki kandungan hara setera dengan 41 kg urea, 6 kg SP36, dan 89 kg KCl atau sama dengan total NPK 136 kg. Dan untuk kompos yang dihasilkan dari satu hektar lahan (5,04 ton) setara dengan 206,64 kg urea, 30,24 kg SP36, dan 448,56 kg KCL. Tentunya jumlah ini cukup untuk dikembalikan lagi ke lahan sawah sebagai pupuk dan pastinya dapat menghemat biaya pembelian pupuk. Sungguh luar biasa, bukan!

Cara-cara pembuatanya adalah sebagai berikut:
1.     Siapkan larutkan dari B-Satu, gula dan air sesuai petunjuk pada label.
2.     Tumpuk jerami, harus diinjak-injak sampai padat, setinggi 25 cm.
3.     Beri kohe diatasnya kira-kira setebal 5 cm. Tahap ini sifatnya opsional, boleh dilakukan, boleh tidak. Kalau dilakukan tentunya akan lebih baik karena dapat memperkaya kandungan haranya.
4.     Taburkan dedak padi halus, tidak perlu tebal cukup tertutup rata saja.
5.     Siramkan larutan yang telah disiapkan ke seluruh permukaan bahan secara merata. Apabila larutan habis dan proses penyiraman belum selesai, larutan harus dibuat lagi.
6.     Lakukan lagi tahap ke-2 sampai ke-5 di atasnya secara berlapis-lapis sampai mencapai ketinggian 1 meter (4 lapis).
7.     Tutup seluruh bahan dengan pelastik yang gelap atau terpal. Usahakan sinar matahari dan air hujan tidak tembus (masuk).
8.     Seminggu sekali penutup dibuka, kemudian bahan kompos dibalik (atas jadi dibawah). Setelah pembalikan selesai, bahan kompos harus ditutup kembali. Tahap ini dilakukan pada minggu ke-1 sampai ke-3.
9.     Setelah 4 minggu, kompos sudah matang (jadi). Kompos boleh langsung disebarkan di sawah atau dikering anginkan dulu.

Kompos yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.     Warna menjadi coklat kehitaman.
2.     Terjadi perubahan bentuk fisik, menjadi remah.
3.     Suhu tidak panas (sama dengan suhu tanah).
4.     Tidak berbau.

kompos jerami
Kompos yang sudah matang (jadi)

Mengenal : PESTISIDA NABATI

Mengenal : PESTISIDA NABATI
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida.

Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida, diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan

hama belalang dan penggerek batang padi. 

Sedangkan petani di India, menggunakan biji mimba sebagai insektisida untuk mengendalikan hama serangga. Namun setelah ditemukannya pestisida sintetik pada awal abad ke-20, pestisida dari bahan tumbuhan atau bahan alami lainnya tidak digunakan lagi.

Pada tahun 1960-an telah ditemukan beberapa insektisida dari bahan tumbuhan yang memiliki cara kerja spesifik, seperti azadirakhtin dan senyawa lain dari tanaman meliaceae yang menghambat aktivitas makan dan perkembangan hama serangga. Sediaan insektisida dari tumbuhan mimba juga telah diketahui efektif menekan populasi hama serangga dan relatif aman terhadap lebah dan beberapa musuh alami. 

Pada umumnya pestisida berbahan nabati bersifat sebagai racun perut yang tidak membahayakan terhadap musuh alami atau serangga bukan sasaran, sehingga penggunaan pestisida berbahan nabati dapat dikombinasikan dengan musuh alami. Selain memiliki senyawa aktif utama dalam ekstrak tumbuhan juga terdapat senyawa lain yang kurang aktif, namun keberadaannya dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi). Serangga tidak mudah menjadi resisten terhadap ekstrak tumbuhan dengan beberapa bahan aktif, karena kemampuan serangga untuk membentuk sistem pertahanan terhadap beberapa senyawa yang berbeda sekaligus lebih kecil daripada terhadap senyawa insektisida tunggal. Selain itu cara kerja senyawa dari bahan nabati berbeda dengan bahan sintetik sehingga kecil kemungkinannya

terjadi resistensi silang. 

Pada umumnya pestisida sintetik dapat membunuh langsung organisme sasaran dengan cepat. Hal ini berbeda dengan pestisida nabati, sebagai contoh insektisida nabati yang umumnya tidak dapat mematikan langsung serangga, biasanya berfungsi seperti berikut:

1. Refelen, yaitu menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat

2. Antifidan, menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang pahit

3. Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur

4. Racun syaraf

5. Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga

6. Attraktan, sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan sebagai perangkap

Source : M.Thamrin, S. Asikin, Mukhlis dan A.Budiman, POTENSI EKSTRAK FLORA LAHAN RAWA SEBAGAI PESTISIDA NABATI, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa

INFO BURUNG KICAUAN. Powered by Blogger.